Selasa, 05 Juli 2011

CELLA (KOTAK)

Malam itu, 24 Maret 2011, dengan dibantu oleh teman yang bernama, Andunk, akhirnya saya berhasil bertemu untuk pertama kalinya secara langsung dengan Cella, satu dari (bahkan mungkin satu-satunya) gitaris rock sejati yang mampu terus berkibar ditengah gempuran badai musik pop melayu dan era bajakan yang gila-gilaan.

Pertemuan ini sangat saya nanti-nantikan demi berhasilnya sebuah misi. Ya, misi yang berawal dari sebuah keprihatinan atas minimnya catatan, jurnal, dan arsip musik Indonesia yang bisa diakses oleh generasi saat ini dan berikutnya. Maksudnya begini, sejarah musik Indonesia telah dimulai sekitar 40 tahun lalu ketika Koes Bersaudara memulai sepak terjangnya di dunia musik. Namun generasi saat ini sulit sekali menemukan arsip / catatan-catatan lengkap yang bisa diakses melalui internet. Catatan yang ada hanya bisa didapatkan jika ada sebuah media cetak yang mengeluarkan artikel tersebut dalam salah satu edisi bulanannya. Namun sebuah media cetak seperti majalah dan koran, akan hilang seiring dirilisnya edisi-edisi yang terbaru. Selain itu, catatan dalam bentuk fisik akan sulit diendus oleh peminat yang berada di tempat yang jauh. Terlebih, kurangnya kesadaran musisi-musisi Indonesia dan juga pemerintah terkait untuk mengumpulkan arsip-arsip penting dan membaginya kepada masyarakat generasi masa kini menyebabkan terputusnya aliran pengetahuan sejarah musik Indonesia. Bandingkan dengan di luar negeri, cukup mudah bagi kita untuk menemukan arsip interview musisi di era tahun 60an hanya dengan mengakses Google. Atas dasar inilah, maka saya berinisiatif untuk menginterview musisi-musisi Indonesia untuk mendapatkan wawasan mengenai sejarah hidup, daftar karya, dan buah pemikirannya, agar musisi muda di generasi mendatang dapat mengenal mereka, para pahlawan yang pernah berjuang dan menghiasi tanah air ini dengan karya-karya yang indah. Sebagai langkah awal, simaklah hasil interview saya dengan Cella.

Kapan anda mulai mempelajari gitar dan siapa inspirasinya saat itu?
Awal gue main gitar itu kalau nggak salah SD kelas 5, tapi itu baru tertarik, belum belajar. Belajar gitar setahun kemudian waktu masih eranya Laser Disc. Kebetulan ada saudara gue ngefans sama GNR (Guns N' Roses). Saat itulah gue liat gitarisnya, Slash, anjrit gayanya keren banget. Dari situ gue tertarik main gitar. Meski sebetulnya sejak masih TK gue sudah tertarik dengan dunia musik, tapi gue nggak doyan lagu anak-anak untuk seumuran gue. Karena di lingkungan gue sendiri setiap hari bokap denger Led Zeppelin, Deep Purple, The Doors. Itu kan musik rocknya era bokap gue tahun 70an. Dari situlah gue tertarik sama yang namanya gitar. Mulai belajar gitar pun pertama genjreng pakai gitar tetangga dulu.

Proses belajar gitarnya sendiri otodidak atau sempat ikut les?
Sempat belajar sama tetangga gue saat masih tinggal di Banyuwangi. Kebetulan di dekat tempat tinggal ada studio musik, gue lihat mereka mainnya jago-jago. Akhirnya sama tetangga gue diajak latihan disitu. Mulai belajar dari main-main chord dulu. Setelah itu gue mulai belajar ngulik pertama kali lagunya God Bless (Semut Hitam) pakai gitar akustik. Itu juga mainnya ngawur, asal bisa intro doank udah bangga banget hahaha. Akhirnya, seiring berjalannya waktu gue mulai belajar otodidak. Sampai sekarang pun gue nggak ngerti not (balok) itu apa, partitur itu apa, bahkan tablature itu pun gue nggak ngerti sampai sekarang. Soalnya sudah terbiasa dari dulu cuma ngandalin kuping.

Selain Slash siapa saja idolanya saat itu?
Waktu gue belajar gitar sampai SMA gue hanya belajar Slash dan Slash dan Slash. Sebenarnya pada saat itu gue juga suka dengan Deep Purple dan Led Zeppelin, tapi waktu itu gue nggak tahu sosoknya seperti apa, karena gue cuma dengerin lagunya doank. Karena pada zaman itu bokap gue belum punya video, belum ada laser disc.....

...Belum ada YouTube juga....
Hahaha... belum ada man haha... nonton VHS aja bayar. Tapi ada gitaris yang gue idolakan dari kecil sampai SMA. Kalau dari luar Slash, kalau dari Indonesia, Pay. Gue tertarik gara-gara ritem section nya dia sejak album pertama Slank keluar, Suit.. Suit.. He.. He... Waktu album pertama Slank keluar, gue ngeliat klipnya di TVRI, gue nonton sambil makan siang, gue langsung tertarik dengan musiknya karena pada saat itu kan lagi ramai band-band metal yang speed-speed an. Begitu Slank keluar ada blues-blues nya gitu, mungkin karena gue dari kecil sudah dengerin blues, akhirnya kena lah gue dari situ, keren banget ritemnya, ada rock n roll nya.

Kapan anda mendapatkan gitar pertama?
Kelas 1 SMP. Gitar pertama gue waktu itu gitar akustik merknya Osmond, kalau gak salah harganya Rp. 35.000,- beli di pasar. Baru kemudian gue dapet gitar elektrik pertama dari salah satu pengrajin gitar disana. Akhirnya setelah punya gitar sendiri gue makin semangat latihannya. Lalu mulai berproses ikut festival mulai dari kalah dan kalah lagi, baru setelah kelas 2 SMP mulai menang dan menang akhirnya gue dibelikan gitar Ibanez RG270 (dulu masih buatan Jepang).

CellaKebetulan dulu gue punya 2 hobi : musik sama balap (road race). Dua hobi ini startnya barengan. Tapi setelah mengalami proses akhirnya gue memutuskan 'kayaknya hidup gue di musik'. Tapi pada akhirnya gue mulai merasa jenuh ikut festival terus. Setelah itu gue mulai ngamen di cafe kecil-kecilan. Dulu gue dibayar pake pisang bakar aja udah senang banget haha... Kemudian lanjut ngisi acara ulang tahun dengan bayaran Rp. 60.000,-. Lagu yang dibawain dulu apa saja yang sedang hits. Meski band kita spesialis bawain Gigi, tapi kadang Ada Band (eranya Baim) juga dimainkan. Oh iya, kita juga sering bawain Van Halen, dulu gue ngefans berat sama Eddie Van Halen.

Apa yang istimewa dari Eddie Van Halen pada saat itu hingga anda mengidolakannya?
Teknik whammy barnya dulu gue lihat di VCD konser Right Here Right Now. Anjir... ini gitaris keren banget. Akhirnya gue cari album Van Halen dari awal sampe terakhir. Bahkan pada waktu itu untuk gitaris seumuran gue, di daerah gue bisa dibilang gue gitaris pelopor yang bawa-bawa bor ke festival-festival.

Jika kita membaca buku biografi Dewa Budjana dan Piyu, mereka pernah melakukan pekerjaan kasar untuk memperjuangkan musiknya. Ada yang jadi montir di bengkel dan sebagainya. Apa yang pernah anda lakukan sebelum meraih sukses di era Dream Band?
Pada saat gue lulus SMA, gue kan akhirnya memilih musik sebagai jalan hidup gue (ketimbang balapan). Akhirnya tahun 2000 gue memutuskan merantau ke Jakarta.
Disini gue sendirian, nggak ada saudara. Di Jakarta gue ngekost meski itupun nggak tahu besok bisa makan atau nggak, karena uang habis untuk sewa kost. Gue sempet stress, ini Jakarta man, gue mau kerja apaan? Akhirnya gue inisiatif nanya dimana ada sekolah musik. Ketemulah di Chics Music Rawamangun. Disanapun awalnya gue nongkrong-nongkrong aja, sosialisasi. Tahun pertama di Jakarta gue berjuang untuk bertahan hidup. Karena kalau gue nggak survive dan minta sama orang tua, gue malu man. Pokoknya gue nggak mau pulang sebelum sukses. Waktu itu supaya gue dapet doa restu orang tua, gue bilang ke mereka supaya nggak usah mikirin gue disini karena gue udah punya kerjaan. Padahal gue disini kagak punya kerjaan.

Akhirnya gue dapet kerjaan disini jadi tukang sebar-sebar brosurnya Chics Musik. Nyebar brosur dari rumah ke rumah, jual koran, sambil jaga studio di daerah Rawamangun namanya Dana Studio. Di studio itu gue jadi kru sound system. Pada saat kerja di studio tersebut, salah satu personel band cafe yang sering latihan disana ngeliat gue lagi main gitar dan ngajak latihan karena gitarisnya tidak datang. Mereka tertarik (dengan gue) karena pada saat itu mereka juga sedang bermasalah dengan gitarisnya. Gue direkrut mereka, alhamdulillah dapat kerjaan lagi. Gue rasa itu proses karena gue memang tidak pernah punya target harus mencapai ini dan itu apalagi sukses, bodo amat. Target gue pada waktu itu cuma gimana caranya bisa makan, selesai.

Setelah satu tahun berjalan, bassist band gue itu yang namanya Hatta bilang kalau di TV7 (sekarang Trans7) sedang ada festival band, namanya Dream Band. Tapi kemudian dia bilang ke gue kalo ternyata itu bukan festival band, melainkan festival individual (pemain musik). Ternyata dia sudah daftarin nama gue dan audisinya 2 hari kemudian, orang ini betul-betul pahlawan gue!. Kebetulan waktu itu pilihan lagu wajibnya ada Cukup Siti Nurbaya (Dewa 19). Gue pilih lagu itu, gue gak perlu ngulik karena pernah bawain. Waktu itu audisinya di gedung Yamaha. Yang ikut audisi waktu itu ada ratusan gitaris dengan penampilan yang keren-keren sedangkan gue tampil dengan kaos, jeans sobek-sobek, dan sepatu Converse hitam yang gue tipe-x biar mirip pola EVH Frankenstein. Waktu itu gue ikut audisi cuma karena ingin menghargai teman gue yang sudah capek-capek daftarin.

Pada waktu itu siapa saja jurinya?
Baim dan John Paul Ivan. Waktu di dalam ruangan audisi gue main colok langsung dari gitar ke ampli karena waktu itu nggak punya apa-apa, jadi kebiasaan main plug and play. Ketika mainin lagu Cukup Siti Nurbaya gue mainin lead yang beda dari lagu aslinya. Trus gue disuruh ngulang dan main blues. Tapi gue main blues a la gue sendiri, Blues Drop D hehehe... Ternyata gue lolos audisi sampai yang ke-3. Di audisi yang terakhir ini Dodi Kahitna sebagai head juri minta gue solo gitar. Akhirnya gue solo gitar ala Drop D karena waktu itu lagi demen Limp Bizkit. Ternyata nama gue dipanggil (sebagai yang terpilih). Anjrit... seneng banget gue haha...

CellaSetelah menang di Dream Band apakah anda juga mengajar atau pernah menjadi pengajar?
Walau yang nawarin banyak, tapi gue nggak pernah ngajar. Soalnya gue ini buta teori musik. Gue nggak tau harus ngajarin mulai darimana.

Pengalaman apa saja yang didapat selama mengikuti Dream Band?
Yang jelas gue dapet banyak ilmu dari coaching clinic nya Baim dan juri-juri lainnya karena gue kan masih awam dalam industri. Gue juga jadi belajar soal hal-hal teknis seperti dinamika dan harmonisasi pada saat membuat lagu. Tapi memang membuat lagu adalah hobi gue. Bahkan sebelum mengikuti Dream Band, gue sudah menciptakan 50 lagu.

Tapi setelah Kotak jadi juara Dream Band gue dapet tambahan semangat waktu ketemu Om Eet (Sjahranie). Waktu pertama ketemu gue senang banget karena gue udah lihat dia dari zaman dulu banget. Waktu itu gue tanya macam-macam sama Om Eet. Eh nggak taunya dia bilang "lu yang kemarin menang ya? keren lu emang. Gue udah nebak dari awal gitaris paling beda itu elu." haha....
Gue banyak belajar dari dia (Eet) dan apalagi Pay, itu orang guru gue banget deh.

Pada saat memasuki dunia rekaman anda mendapat referensi bermusik darimana?
Referensi gue pada saat itu ketika lagi gencar-gencarnya modern rock. Tahun 2004 kalo gue bilang itu adalah tahun rock. Bayangkan mulai dari Limp Bizkit, Korn, Edane, Creed, keluar semua di tivi! Anjir, nggak ada tahun kayak gitu lagi kalo gue bilang. Musik pada tahun itu banyak ngasih inspirasi ke gue sampai saat ini. Musik rock pada era itu mulai dari chord-chordnya, soundnya, gila keren banget! Akhirnya Kotak album pertama itu gue konsep dengan banyak inspirasi dari Limp Bizkit dan Mark Tremonti. Waktu itu gue sudah nggak doyan main skill-skill karena gue sudah tahu porsi. Sekarang bukan porsi band tahun 90an, sekarang eranya modern rock. Gue buanglah skill-skill gue meski kalau fingering ya tetap lah.

Waktu mengkonsep musik Kotak terutama album pertama, apakah konsep itu datangnya dari juri yang memang ingin membentuk band modern rock atau dari kalian sendiri?
Dari anak-anak Kotak sendiri. Karena musik itu nggak bisa dipaksakan. Juri-jurinya juga sudah menyadari apa yang keluar dari Kotak ya itulah musiknya Kotak. Jadi nggak pernah musik Kotak itu diatur-atur mereka.

Kotak kan termasuk jebolan reality show. Apakah pemusik-pemusik jebolan reality show sekarang bisa seberhasil Kotak juga?
Kalau acaranya sih bagus ya. Karena itu kan memberi kesempatan kepada musisi-musisi untuk bisa tampil, karena kesempatan itu kan nggak akan datang dua kali. Kalau masalah sukses atau nggak yang menentukan ya usaha masing-masing musisinya sendiri dan materi lagu. Itu yang paling menentukan sebenarnya, bukan status juara. Karena banyak koq yang menang di Dream Band setelah angkatan gue, yang menang nggak jadi apa-apa, betul nggak? Materi lagu yang menentukan, udah cuma itu aja.

Lalu kalau dilihat, Dream Band angkatan pertama lebih banyak yang berhasil. Apa sih penyebabnya?
Apa ya? Faktor kebetulan juga iya. Karena kalau dilihat-lihat setelah Dream Band angkatan-angkatan setelahnya meski skillnya bagus-bagus juga cuma karena pengen ikut seperti yang juara sebelumnya, akhirnya musiknya jadi nggak punya karakter sendiri.

Setelah mulai memasuki industri musik, apa rasanya melihat album karya anda terpampang di lapak bajakan?
Jujur ya sebelum gue memasuki industri musik pun gue juga pembajak. Semua musisi pasti begitu. Karena kondisi gue pada waktu itu tidak memungkinkan buat beli CD original, buat makan aja susah. Akhirnya ya mau nggak mau gue beli mp3 gitu. Begitu gue terjun langsung ke industri musik, baru gue berasa man. Anjrit dibajak nggak enak juga ya?! Sama teman-teman sendiri juga haha... Ya begitulah, royalti kecil. Tapi gue sebenarnya nggak mikir (concern) kesitu juga. Sakit hati sih iya, tapi ya cuma gitu doank. Tapi yang bikin gue senang adalah Alhamdulillah sudah dikasih jalan sama Tuhan sampai ke tahap ini.

Dengan adanya pembajakan, di zaman sekarang salah satu royalti terbesar justru bisa didapat dari RBT. Apakah anda pernah membuat lagu dengan orientasi RBT? Bisa diceritakan kisah-kisah menarik dibalik proses pembuatan lagu anda?
Nggak. Sama dengan prinsip hidup gue. Gue hidup itu nggak pernah yang namanya berharap. Mau itu dalam urusan bikin lagu mau gue pergi kemana itu hanya mengikuti kata hati aja.

Pas mau masuk album ke-2 vocalis gue kan nggak ada (keluar). Vakum gue 2 tahun. Pada saat itu gue banyak belajar soal kehidupan. Itu yang banyak pengaruh ke lagu-lagu yang gue bikin. Gue bikin lagu mah bikin aja, diterima syukur, nggak diterima ya udah. Contohnya waktu gue bikin lagu Beraksi, itu gue bikin waktu manggung di Jogja (kampus Universitas Islam Indonesia, Jl. Kaliurang KM 14,4 -red.). Waktu itu pas gue mau manggung ngeliat penontonnya... gila banyak banget man! Banyak banget yang suka dengan Kotak. Gue pikir gila keren banget nih kalau bikin lagu buat penonton. Akhirnya gue bikin lagu di tenda belakang sebelum Kotak naik panggung. Belum ada Blackberry waktu itu, jadi gue cuma pake kertas sama pulpen doank. Udah, jadi. Setelah beberapa tahun kemudian lagu itu yang dipilih (jadi single). Akhirnya ya meledak-meledak juga haha... Padahal nggak sengaja kan gue bikinnya. Jadi menurut gue kalau 'sengaja bikin lagu' itu nggak enak juga didengarnya, karena memaksakan nada. Mendingan rasain aja nada yang keluar, mengalir aja seperti gue tadi.

Gue kalau bikin lagu berdasarkan apa yang terlintas di kepala aja. Nggak pernah gue dengerin lagu tertentu lebih dulu. Gue kalau lagi (tour ke luar kota) di kamar selalu bawa ampli sama gitar. Selalu begitu. Sekarang gue ngerekamnya pake Blackberry. Sebelum ada BB gue pake tape wartawan yang kecil-kecil. Sekarang ada BB lebih enak, sampai rumah gue dengerin, udah langsung gue take sendiri.

CellaAnda merupakan satu dari sedikit pemain gitar yang punya sound tebal di Indonesia. Dari mana proses belajarnya?
Memang waktu gue pertama datang ke Jakarta, gue mulai memperbanyak belajar sound. Gue pengen kenalan sama sound. Sound itu apa sih? Selama ini gue belajar gitar cuma kenal sama gitar doank tapi nggak kenal sama sound. Dulu gue taunya sound cuma tinggal pake apa yang sudah jadi di efek, taunya cuma bunyi, nggak bisa mengolahnya. Biasanya kan anak-anak band kayak gitu. Bawa-bawa efek dan hanya memainkan sound yang sudah ada di efek.
Waktu itu yang jadi media belajar gue pas masih jaga studio di Jakarta. Pas yang punya studio lagi pada tidur, gue belajar sound subuh-subuh. Dari gitar gue colok langsung ke ampli. Dari situ gue bisa membedakan bedanya distorsi efek dengan ampli. Selama 3 tahun gue terus belajar sound, nggak pernah lagi latihan gitar, sampe goblok gue main gitarnya. Tapi itu berguna banget waktu gue ikut Dream Band. Pas audisi settingan sound gue pake distorsi ampli koq bisa tebal. Gue juga nggak tau kenapa.

Mungkin dari jarinya?
Hmmm... mungkin ya, tapi iya juga sih, pasti itu. Alat cuma sekian persen doank, taste nomor satu.

Di rumah pakai alat rekaman apa saja?
Ada ProTools, Nuendo, sama pre-amp simulator gitu deh. Tapi kalau rekaman, tetap gue lebih suka direct langsung ke ampli.

Kapan mulai belajar software musik?
Kalau software gue baru mulai belajar setelah masuk industri.

Ada berapa gitar di rumah anda?
Ada 24. Ada Shecter, karena kebetulan gue diendorse sama Schecter. Ada Fender Stratocaster. Ada juga Ibanez yang gue sebut 'mbah', karena kalau nggak ada dia nggak akan ada gitar-gitar gue yang lain haha... Gibson Les Paul ada 8, trus ada PRS Tremonti. Akustiknya ada Taylor, Yamaha.

Kapan mulai mengoleksi efek?
Kalau efek sendiri gue nggak terlalu ya. Kalaupun ada yang gue butuhin cuma delay, wah, sama modulasi. Distorsi gue tetep pake punya ampli.

Ampli apa saja yang dimiliki?
Gue suka Marshall JCM 900. Itu ampli kalau disebut legend ya sudah pantaslah, soalnya enak, Slash aja pakai itu, sampai sekarang malah.
Saat ini gue diendorse Genz Benz yang karakternya modern.

Bagaimana awalnya anda diendorse oleh Schecter dan Genz Benz?
Waktu itu bareng sama Schecter saat Kotak album pertama. Dulu gue dikasih Schecter Omen. Itu seri awal-awal Schecter masuk ke Indonesia. Waktu itu yang diendorse ada dua, Enda Ungu dan gue. Gue milih gitarnya pun waktu itu selektif banget. Yang penting bagi gue dalam memilih gitar, harus nyaman di tangan dan kuping gue. Nggak peduli entah itu gitar harganya cuma Rp. 800.000,- keq, bodo amat, gue nggak pernah tersugesti merk.

Kapan pertama kali anda mulai mendapat tawaran endorsement?
Waktu Kotak rilis album pertama. Karena waktu masih kompilasi album Dream Band gue masih belum dilihat.

Masih ingat kapan klinik gitar pertama?
Di purwokerto sama Trisno Pas Band. Waktu itu gue bingung mau main apaan, ngajar aja nggak bisa haha... Tapi sebelumnya kan gue udah ngeliat kliniknya siapa gitu, akhirnya gue inisiatif bikin musik sendiri yang instrumental. Waktu itu alhamdulillah kliniknya berhasil dan sampai sekarang selalu meriah. Bahkan pernah gitar yang gue mainkan ditawar orang.

Kalau gue klinik bukan cuma gue yang ngasih ilmu, tapi justru sebaliknya dari penonton juga, kadang-kadang gue yang nanya mereka, pokoknya kita sharing. Bagi gue ilmu itu nggak harus dari orang tertentu. Orang lagi nyapu di jalan pun kalau main gitarnya enak, gue kejar tuh. Gue nggak pernah gengsi untuk bertanya sih.

CellaAlbum Kotak sejak awal selalu diproduseri Pay. Kenapa selalu dengan Pay?
Kalau dengan Pay gue selalu dapat pelajaran. Pokoknya sama dia itu Rock n Roll University lah haha... School of Rock nya dapat banget. Ngetake nya aja sambil ngerokok. Soalnya gue dari SMA kalau manggung selalu sambil ngerokok. Kebiasaan sampai sekarang. Selain itu kalau sama Pay gue bisa bebas, mau bertanya boleh, gue juga bisa belajar recording, belajar ngaransemen, banyak lah. Jujur selama gue rekaman sama dia, gue itu nggak pernah yang namanya diawasin. Karena dia bilang "Komposisi lu itu komposisinya Kotak. Kalau gue pagarin, bukan Kotak namanya". Paling dia cuma bilang "oh jangan gini terlalu idealis", cuma gitu doank.

Sekarang kan personel Kotak yang asli cuma tinggal anda sendiri. Bagaimana anda melihat ini?
Kalau ngomongin takdir ya sudah takdir haha... mungkin memang sudah jalannya. Tapi tanggung jawab moralnya jadi lebih gede. Kalau soal bikin lagu memang dari dulu hampir semuanya lagu gue yang bikin. Tapi yang anak-anak bikin juga ada. Pokoknya gue gimana caranya bendera Kotak tetap ada, apapun halangannya bodo amat.

Punya project lain di luar Kotak?
Sebenarnya gue punya. Cuma belum gue keluarin karena dengan Kotak ini kan sedang berjalan. Kalau gue keluarin juga, nanti gue fokus ke yang mana? Kalau project lain sih banyak. Ada band sok-sokan metal juga hahaha.... Cuma gue pengen jalur indie, karena musik kayak gini kan susah. Project gue ini kayak Marilyn Manson, Rob Zombie, Soilwork, kayak gitu. Selama ini kan gue yang bikin keyboardnya, yang ngegambar drum nya, dll. Pokoknya gue kalau ngasih lagu ke label itu sudah jadi.

Sejak pertama melihat Slash anda kan ingin sekali punya gitar seperti dia. Kapan keinginan itu mulai tercapai?
Dari dulu memang gue ingin banget punya Gibson. Akhirnya baru keturutan setelah Dream Band selesai pas Kotak album pertama. Waktu gue beli, wah seneng banget gue. Dulu gue beli second, karena kalau baru nggak punya duit haha... Akhirnya sekarang gue malah addict sama Les Paul. Entah ya tapi menurut gue Les Paul itu kayak cewek sexy. Apalagi yang tahun-tahun tua.

Setelah sekian lama meninggalkan kampung halaman, kapan pertama kali menginjakkan kaki kembali ke Banyuwangi dan bagaimana perasaannya?
Kotak album pertama tuh. Ya Alhamdulillah. Akhirnya...(sambil menerawang) gue menginjakkan kaki lagi di kampung halaman dan sudah jadi musisi beneran hehe...

Sebagai pemain musik, tau nggak kemarin ada Hari Musik Nasional?
Katanya sih ya? Tapi gue juga nggak tau hahaha...

Waktu itu CEO Nagaswara sempat mengemukakan rencananya untuk memproduksi album generik yang harga jualnya Rp. 6500,- untuk melawan pembajakan. Apa komentar anda?
Menurut gue pembajakan itu nggak akan bisa dibasmi. Sebelum gue sama Kotak aja udah parah gitu, apalagi sekarang. Kalaupun albumnya dijual dengan harga Rp. 6500,-, pembajak tetap akan menjual dengan harga Rp. 5000,- dan orang pasti akan memilih yang harga Rp. 5000,-. Contohnya aja sembako deh, selisih harga Rp. 500,- perak aja dikejar.

Sebenarnya adanya RBT itu kan untuk menanggulangi pembajakan. Bagus juga, itu nolong banget. Kalau di luar negeri kan nggak ada RBT, disana pembajak dipenjara beneran. Kalau disini.... gimana mau ditangkap.... orang di depan kantor polisi aja orang pada jualan bajakan. hahaha

Melihat fenomena maraknya band dan penyanyi yang tampil lipsync, pernahkah anda melakukannya?
Sering. Karena keadaan. Karena di tv itu juga kadang nggak Live. Tapi kalau ada yang Live pasti kita yang dipilih untuk Live. Kalau yang pagi-pagi itu nggak bakalan Live. Ya Dahsyat, Inbox, itu buat gue it's ok buat promo dan itu efeknya gila banget. Mereka sangat membantu banget. Itu ajang promo buat band-band. Kalau nggak ada itu nggak bakal bisa kayak gini.

Kemarin Kotak sempat tampil di acara konser Erwin Gutawa dan tampil diiringi orkestra. Bagaimana awal mulanya?
Waktu itu kita ditawarin. Beneran itu konser paling deg-degan seumur hidup gue. haha... Anjir! Cita-cita gue main sama Erwin Gutawa terkabul juga meski beberapa tahun kemudian. Gue dari dulu pengen tuh kayak Metallica, konser diiringin orkestra. Yang bikin gue deg-degan apa coba? Solo gitarnya! Gue tiba-tiba disuruh main solo gitar, anjir apa-apaan nih?! haha... Durasinya lama lagi...!

Jadi ceritanya waktu itu Erwin Gutawa sudah menentukan lagunya. Dia mau bawain lagu Beraksi, karena dia bilang lagunya keren. Pas latihan... dia bilang, "lo harus solo gitar". Hah?! apa-apaan nih??! haha... akhirnya gue solo gitar, di depan Erwin Gutawa, seseorang yang sangat perfeksionis.

Pengalaman apa yang anda dapat dengan tampil bersama Erwin Gutawa?
Pengalaman latihan sama 160 orang! Gila! Yang bikin sulit adalah lagunya jadi hitung-hitungan, sedangkan gue rock n roll banget. Akhirnya gue belajar lagi. Tapi lagunya ngitung banget. Untung gue bisa hehe...

CellaAda keinginan yang belum tersampaikan?
Gue pengen di album Kotak selanjutnya, seperti Gigi yang pernah mengundang Billy Sheehan main di albumnya. Gue pengen.... walau cuma satu lagu aja... gue pengen album gue diisi Slash. Walau cuma satu lagu aja. Kemarin kan pas Slash ke Jakarta gue ada job manggung, jadi gue nggak bisa nonton. Akhirnya gue kejar ke Kuala Lumpur. Gue berangkat nonton sendirian. Bodo amat. Konsernya jam 8 malam, jam 1 siang gue udah di venue. Saking gue pengen ketemu. Akhirnya ketemu juga.

Bagaimana anda sampai bisa bertemu Slash?
Haha... Jadi ada teman gue yang punya link ke panitia di Kuala Lumpur. Gue dihubungin dan dibawa ke backstage. Diam aja gue di backstage nggak kemana-mana. (Kemudian Cella bertutur dengan sangat emosional) Eh, Slash nongol.. anjing netes air mata gue man hahaha.... nangis gue.... anjir ini nabi gue nih hahaha... gara-gara dia gue main gitar. Akhirnya gue ikut foto, anjir gue senengnya mampus. Itu momen paling bahagia gue yang nggak bisa dibeli dengan uang.

Gue sempet ngobrol sebentar sama dia. Gue cerita kalo dulu gue main gitar gara-gara dia. Dia bilang "Oh, thank you..", sayang karena waktunya terbatas, dia harus check sound dan gue dihadang-hadangin sama body guardnya juga, tapi gue nekat aja gue bilang aja ngefans banget sama dia, gue main gitar gara-gara dia. Dia bilang "terima kasih sudah datang jauh-jauh dari Jakarta", dia tanya "kenapa kemarin di Jakarta nggak datang?". Akhirnya gue sempat lihat dia check sound, lihat gear-gearnya. Anjir keren.... makin tua makin jadi nih orang. Kharismatik dia, amat sangat baik. Gue memetik pelajaran dari dia. Gue tau dia lagi capek banget. Gue aja tur dari kota ke kota udah segitu capeknya, dia turnya antar negara man. Gue tau banget dia capek. Gue lihat dia tertidur di kursi sambil mangap gitu. Tapi begitu bangun dia coba untuk segar, mencoba untuk ketawa, wah gila profesional banget!

CellaDengar-dengar sekarang sudah mulai menjalankan usaha?
Kebetulan gue dari dulu pengen punya usaha clothing yang desainnya all about gitar. Entah itu gambar efek, kabel, ampli, fretboard, apapunlah pokoknya gitar! Tapi Alhamdulillah akhirnya jalan juga. Memang usaha clothingan gue ini segmented banget, buat gitaris dan musisi.

Yang jelas usaha ini sebenarnya untuk menumpahkan ide gue aja. Ya syukur-syukur sekarang udah banyak yang nerima. Ada yang nyari edisi Fender, edisi routing efek, dll. Laku banget man, gitaris-gitaris pada pake.

Nama clothing nya CSix. Apa artinya?
CSix (C6) itu artinya Cella (C-La). C ditambah La yang diambil dari tangga nada ke-6 (La). Kan 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 4 (fa), sol (5), la (6). Kalo di equipment gue tulisannya C6 tapi clothing gue namanya CSix.

Lalu apa kesibukan musikal anda belakangan ini?
Ya biasa manggung dan produce band-band baru, bikin lagu buat orang. Kemarin Intan RJ, Dewi Sandra juga pesan lagu sama gue. Kadang gue yang jadi arrangernya juga. Iklan HP juga kemarin sempat bikin.

OK, semoga lancar semua aktivitasnya ke depan. Wawancara kami akhiri dengan dilanjutkan minum Kopi Joss di sebelah utara Stasiun Tugu, Yogyakarta yang sangat rock n' roll. \m/

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More