Sabtu, 25 Juni 2011

WAWANCARA EET SJAHRANIE “GITARIS SOLO ITU ‘SEPI’....”

Setelah penantian selama hampir lima tahun, melalui proses penggantian label rekaman, reformasi personel di tubuh Edane, perubahan cita rasa dalam konteks musikalitas, hingga segala tetek-bengek teknis rekaman, akhirnya band besutan Eet Sjahranie, salah satu gitaris rock terbaik Tanah Air, ini bisa merilis album terbarunya yang berjudul “Edan” (Logiss Records).

Sesuai judulnya, materi lagu di album ini memang sangat tepat disebut ‘edan’. Masa penggodokan yang terbilang lumayan lama seolah terbayar semuanya. Sepintas, sedikit masih mengacu ke format musik album sebelumnya, “Time to Rock” (2005) yang memadukan komposisi hard rock dengan nuansa metal yang modern. Namun di beberapa lagu, misalnya seperti “Living Dead”, “Said I’m Alive” dan “No More Tired Life”, Eet lebih jauh mengeksplorasi corak metal modern yang kental. Bukan hanya dari segi komposisi lagu atau aransemen, tapi juga pengolahan soundnya yang semakin menggila.

Untuk album ini, secara resmi Edane hanya dihuni dua personel, yakni Eet sendiri dan penggebuk dram sejak awal, Fajar Satritama. Vokal diisi oleh Ervin Nanzabakri, sementara porsi bass dimainkan Eet sendiri. Karena setelah perilisan “Time to Rock”, pembetot bass Iwan Xaverius tak lagi memperkuat Edane. Dalam perjalanan proses penggarapan “Edan”, Edane sempat dihuni vokalis Aditya RK yang masuk menggantikan Robby Matulandi. Tapi karena kendala ketidaksiapan Adit untuk berkomitmen dengan Edane, akhirnya posisinya pun digantikan oleh Ervin.

Rekaman “Edan” sendiri digarap di dua tempat, yakni di Studio 18 dan “edantortion studio”, milik Eet. Sementara mixing kembali ditangani di Slingshot Studio, oleh Stephan Santoso yang sebelumnya juga dipercaya menggarap “Time to Rock”. Lalu untuk proses mastering, seperti produk Logiss Records lainnya, juga dikerjakan oleh Don Bartley, di Benchmark Mastering, Sydney, Australia.

Sekitar seminggu sebelum perilisan resmi album “Edan”, Eet menyediakan waktu khusus untuk berbincang dengan GitarPlus mengenai banyak hal, revolusi musik Edane, tentang gitar, teknis rekaman, dan masih banyak lagi. Inilah kutipan selengkapnya:

Bicara tentang album baru, konsep apa yang ditawarkan, apa bedanya dibanding album sebelumnya?

Dari dulu, gue nggak pernah tahu persisnya kalau album baru itu menawarkan apa. Jadi gue biasanya by insting aja. Karena emang naluri berkarya terus ada. Bikin aja. Jadi, tidak pernah terpikirkan gue mau menawarkan ini atau mau menawarkan itu. Tapi bisa dikatakan hampir setiap album, gue pasti ‘Ah, gue pengen ini’, tapi gue tidak bilang menawarkan. Karena kalo gue menawarkan itu (seolah) semacam tes. Ya, gue tidak tahu kata-kata persisnya apa, tapi yang jelas, ngga pernah terpikirkan konsep seperti apa. Jadi semua itu insting aja. Dari dulu sampai sekarang. Malah akhirnya gue menganalisa sendiri, entah itu suatu kekurangan yang perlu gue perbaiki atau apa, nggak tahu. Tapi yang jelas, makanya seringkali terlalu bervariasi jadinya. Bahkan sejak album pertama (“The Beast”). Pernah kami mencoba untuk lebih fokus dikit di album “Jabrik”. Katakanlah lebih ke arah early 90’s mainstream rock metal. Tapi akhirnya, gue jengah juga lama-lama. Karena terlalu terbiasa beragam, itu yang ada. Tapi gue tidak menutup kemungkinan lain kali untuk lebih fokus, kalau memang pada akhirnya gue punya tim yang kuat. Kuat alam arti semuanya, supported, cooperative dan sebagainya dan memang punya kemampuan. Bisa aja gitu. Cuma gue masih belum menentukan fokus ke mana? Yang jelas, gue main musik nggak pernah mikirin main musik apa . Just have to play rock n roll dan sekitarnya. Kadang heavy, kadang ‘hahaha’, ya gitulah.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More